0703.2016 PPKn Sekolah Menengah Atas terjawab Wujud kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat indonesia tercermin dalam Iklan Jawaban 3.4 /5 13 himawari4242 kebebasan berpendapat rakyat indonesia tercermin dalam pemilu Sedang mencari solusi jawaban PPKn beserta langkah-langkahnya? Pilih kelas untuk menemukan buku sekolah Kelas 5 Kelas 6 Kelas 7 Wujudkebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat Indonesia tercermin dalam? munculnya banyak partai politik dalam masyarakat maraknya demonstrasi mengecam kebijakan pemerintah pelaksanaan pemilu yang sarat KKN mengirimkan surat kepada presiden menyampaikan aspirasi melalui DPR Berdasarkan pilihan diatas, jawaban yang paling benar adalah: A. munculnya banyak partai politik dalam masyarakat. Menghargaisikap etis berupa tanggungjawab yang harus ditunaikan sebagai amanat seluruh rakyat baik kepada manusia maupun kepada Tuhannya. Menegakkan nilai kebenaran dan keadilan dalam kehidupan yang bebas, aman, adil dan sejahtera. Sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai pancasila sila ke-4, antara lain : Menghargai perbedaan pendapat PPKnSekolah Menengah Atas terjawab Wujud kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat indonesia tercermin dalam. a. munculnya banyak partai politik dalam masyarakat b. maraknya demonstrasi mengecam kebijakan pemerintah c. pelaksanaan pemilu yang sarat KKN d. mengirimkan surat kepada presiden e. menyampaikan aspirasi melalui DPR 1 Wujudkebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat Indonesia tercermin dalam? munculnya banyak partai politik dalam masyarakat; maraknya demonstrasi mengecam kebijakan pemerintah; pelaksanaan pemilu yang sarat KKN; mengirimkan surat kepada presiden; menyampaikan aspirasi melalui DPR; Jawaban: A. munculnya banyak partai politik dalam masyarakat pRLrH. Wujud kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat Indonesia tercermin dalam? munculnya banyak partai politik dalam masyarakat maraknya demonstrasi mengecam kebijakan pemerintah pelaksanaan pemilu yang sarat KKN mengirimkan surat kepada presiden menyampaikan aspirasi melalui DPR Jawaban A. munculnya banyak partai politik dalam masyarakat. Dilansir dari Ensiklopedia, wujud kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat indonesia tercermin dalam munculnya banyak partai politik dalam masyarakat. Dapatkan info dari Penakuis Terbaru tentang cpns,PGP,CPG,UT ,pppk dan kumpulan soal. Mari bergabung di Grup Telegram "Penakuis", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Wujud kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat Indonesia tercermin dalam? munculnya banyak partai politik dalam masyarakat maraknya demonstrasi mengecam kebijakan pemerintah pelaksanaan pemilu yang sarat KKN mengirimkan surat kepada presiden menyampaikan aspirasi melalui DPR Jawaban A. munculnya banyak partai politik dalam masyarakat Dilansir dari Encyclopedia Britannica, wujud kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat indonesia tercermin dalam munculnya banyak partai politik dalam masyarakat. Navigasi pos Artikel Terkait Apa itu Dugong? Selamat datang, para pembaca yang budiman! Kali ini, kita akan membahas tentang hewan ... Apa Itu Inspeksi? Halo sahabat pembaca setia, apa kabar? Kali ini kita akan membicarakan mengenai inspeksi. ... Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pendiri Indonesia sejak dulu menginginkan Indonesia ini menyerahkan kedaulatan kepada rakyatnya. Hal ini sejalan dengan ideologi liberal yang selalu berkaitan dengan demokrasi. Demokrasi di Indonesia sendiri mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Mulai dari demokrasi liberal atau parlementer, terpimpin hingga Indonesia menemukan ramuan yang pas dan sesuai dengan jati diri bangsa yaitu demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila ini juga mengalami perkembangan yaitu menjadi demokrasi Pancasila era reformasi. Demokrasi adalah pemerintahan yang rakyatnya memiliki kesempatan yang sama. Rakyat diberi kebebasan dalam memilih pimpinan mereka. Oleh karena itu, di negara demokrasi dilakukanlah pemilu sebagai bentuk kebebasan rakyat dalam memilih pemimpinnya. Pemilu ini dilakukan setiap 3-6 tahun sekali sesuai dengan jabatan pemimpin yang dipilih. Kenapa tahunnya berbeda ? karena setiap jabatan pemerintah memiliki masa periode yang berbeda. Mulai dari kepala desa yang periode jabatannya sekarang menjadi 6 tahun, bupati memimpin selama 3 tahun, gubernur selama 5 tahun, anggota dewan perwakilan rakyat DPR selama 5 tahun serta presiden dan wakil presiden menjabat selama 5 tahun. Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya sering terjadi politik uang. Demokrasi identik dengan kebebasan yang rakyatnya bebas dalam berbicara, berekspresi dan kebebasan pers. Negara seharusnya menjamin kebebasan tersebut di samping pemerintah juga menjamin hak ekonomi, sosial dan lainnya. Kebebasan berekspresi ini dapat dilakukan oleh berbagai kalangan mulai dari pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga dan berbagai profesi bebas dalam bersuara terutama tentang kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. Masyarakat seharusnya mengawal kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah sebagai bentuk evaluasi kebijakan yang diambil apakah efektif atau tidak. Pemerintah sudah seharusnya mendengarkan pendapat rakyatnya dan menjadikannya sebagai pertimbangan dalam kebijakan yang akan diambil. Ketika pemerintah mulai membatasi masyarakatnya dalam berekspresi maupun berpendapat dapat dikatakan bahwa pemerintahan tersebut otoriter. Namun, kebebasan berpendapat ini sendiri tidak selalu berjalan mulus. Kebebasan berpendapat di sini tidak diberikan tanpa batas melainkan dibatasi oleh kebebasan berpendapat orang lain. Oleh karena itu, kita harus berhati hati dalam mengeluarkan pendapat kita. Media merupakan wadah dalam kita melakukan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Media komunikasi sekarang ini telah berkembang dengan sangat pesat sehingga siapa pun dapat mengakses informasi dengan mudah. Hal ini bisa digunakan masyarakat dalam menyuarakan pendapat mereka. Namun, tulisan atau pendapat kita nantinya harus dapat dipertanggungjawabkan untuk itu kita harus memperhatikan beberapa hal seperti kebenarannya dengan fakta. Sebelum memberikan pendapat sebaiknya kita harus benar-benar memahami topik yang akan kita bahas nantinya. Selain itu kita harus melihat sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Jangan memberikan pendapat karena masalah yang tidak ada sebenarnya atau bahkan tidak pernah terjadi. Ketika berpendapat kita juga harus memperhatikan penggunaan kata kita apakah akan menyakiti orang lain atau bahkan dapat menimbulkan perpecahan nantinya. Kita harus berpendapat secara cerdas dengan memperhatikan berbagai aspek yang ada. Tulisan yang berisi kebohongan dapat menyebarkan keresahan bagi masyarakat. Hal ini sangat ditentang oleh UU sehingga nantinya dapat dijerat pasal undang-undang yang berlaku. Kebebasan berpendapat di Indonesia ini mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada zaman orde baru kebebasan berpendapat terbelenggu dengan kekuasaan yang ada. Bahkan pada masa ini terjadi pelarangan 5 buku beredar di pasaran. Hal ini tentunya berdampak bagi informasi yang seharusnya dapat diakses oleh masyarakat menjadi terhadap. Pelarangan ini didasari oleh keputusan jaksa agung pada masa itu. Jaksa menganggap bahwa kelima buku tersebut bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sedangkan kebebasan berekspresi dan berpendapat sendiri juga diatur dalam undang-undang. Selain kelima buku tersebut kejaksaan agung juga melarang beredarnya buku sejarah kurikulum 2004. Buku sejarah tersebut dianggap dapat menimbulkan keresahan masyarakat untuk itu peredarannya dilarang kala itu. Sebenarnya pelarangan buku ini bukan merupakan suatu hal baru lagi di Indonesia. Masa ke masa tentunya memiliki ceritanya tersendiri terkait pelarangan ini. Motif selalu sama yaitu dengan dalih dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Padahal hal ini merupakan cara dari para penguasa untuk terus mempertahankan kekuasaan mereka. Hal ini merupakan ciri dari kepemimpinan yang otoriter. Memasuki periode reformasi pelarangan buku beredar masih terjadi. Hal ini membuktikan bahwa cukup sulit menghilangkan kebiasaan tersebut di negara ini. Hal ini tentunya cukup mencederai demokrasi yang ada di Indonesia. Indonesia yang merupakan negara demokrasi yang besar cukup menyakitkan jika tetapi melakukan pelarangan peredaran buku. Hingga sekarang kebebasan berpendapat masih sering pincang dalam implementasinya di masyarakat. Banyak kasus orang yang lantang menyuarakan pendapatnya tentang perkembangan pemerintahan maupun keadilan di Indonesia ini mengalami teror-teror yang tidak diketahui pelakunya. Meskipun begitu itu bukan menjadi halangan untuk kita terus berekspresi. Selama apa yang kita sampaikan itu merupakan sesuatu hal yang benar dan sesuai dengan fakta di lapangan kita seharusnya tidak gentar dalam menyuarakan pendapat kita. Indonesia tidak pernah kekurangan orang baik tetapi Indonesia butuh orang baik untuk terus bersuara. Kebebasan berekspresi merupakan bagian dari demokrasi negara ini. Untuk itu mari terus berpendapat yang cerdas dan bijak sebagai ciri masyarakat dari negara demokrasi. mari tetap mengawal hal ini sehingga Indonesia dapat menjadi negara yang lebih maju. Teruslah berekspresi selama berada di jalan yang benar tentunya akan ada yang menjamin hal referensi Yusuf, Iwan. Wisnu Martha Adiputra. Masduki. Puji Rianto., dan Saifudin Zuhri. 2010. Pelarangan Buku di Indonesia. Yogyakarta Pemantau Regulasi dan Regulator Media PR2Media bekerja sama dengan Friedrich Ebert Stiftung FES. Lihat Sosbud Selengkapnya Jakarta - Lembaga survei Indikator Politik Indonesia mengungkap hasil survei terbaru tentang kebebasan berpendapat. Melalui survei yang dilakukan pada 11-21 Februari itu menunjukkan sebanyak 62,9 persen masyarakat merasa takut menjadi hal penting dalam negara demokratis seperti Indonesia. Kebebasan tersebut termasuk kebebasan berpendapat, berekspresi dan mempertahankan argumen di muka besar negara maju menjunjung tinggi nilai kebebasan setiap individu. Hak atas kebebasan ekspresi dan berpendapat di Amerika Serikat diatur dalam dokumen Virginia Bill of Rights 12 Juni 1776, Declaration of Independence 4 Juli 1776, dan Undang-Undang sidang pertama PBB pada 1946, sebelum disahkannya Universal Declaration on Human Right atau traktat-traktat diadopsi, Majelis Umum PBB melalui resolusi nomor 59 I terlebih dahulu menyatakan “Hak atas informasi merupakan Hak Asasi Manusia Fundamental…standar dan semua kebebasan yang dinyatakan “suci’ oleh itu, sejak Indonesia merdeka pada 1945, melalui konstitusi menegaskan kebebasan berekspresi. Mengutip kebebasan itu tercantum dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat 3 Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Indonesia memiliki beragam perbedaan. Perbedaan itu meliputi suku, ras, agama, hingga pandangan yang dianut masing-masing kelompok dan individu tiap daerah. Membatasi hak berpendapat dan bersuara justru berpotensi menimbulkan dari Jurnal Balitbang HAM, meskipun mengemukakan pendapat adalah sebuah kebebasan, namun perlu adanya penyesuaian dengan ketentuan di negara dan tempat tertentu. Batasan tersebut dipengaruhi oleh moralitas masyarakat, ketertiban sosial dan politik masyarakat yang Hal itu yang membuat negara harus menjamin prinsip kebebasan berpendapat. Jika tidak bisa menyampaikan secara verbal, seorang individu atau kelompok tertentu akan memilih jalan yakni UUD 1945 Pasal 28E ayat 3 yang jelas menyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Selanjutnya, selain itu jaminan Kebebasan Berkumpul dan Berpendapat juga dijamin dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Konvensi Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik International Covenant on Civil and Political Rights, Konvensi Hak-Hak Anak Convention on the rights of the child, Undang-undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan DAMAYANTI Baca Survei Indikator Politik Indonesia 62,9 Persen rakyat Semakin Takut BerpendapatSelalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari di kanal Telegram “ Update”. Klik untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu. Para pendahulu kita telah melewati cobaan yang berat untuk mencapai kemerdekaan. Kemerdekaan yang dimaksud, bukanlah hanya sebatas bebas dari penjajahan, akan tetapi merdeka baik dari segi ekonomi maupun sosial sesuai yang dicitakan oleh the founding fathers dalam alenia ke-4 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 konstitusi. Artinya, konstitusi membebankan kewajiban kepada negara untuk membantu mewujudkan perlindungan bagi seluruh rakyat indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut mewujudkan ketertiban dengan perkembangan bangsa Indonesia, makna kemerdekaan menjadi semakin luas. Kemerdekaan mulai tercermin dalam hak asasi manusia yang kemudian dijamin melalui amandemen UUD NRI yang kedua dalam BAB XA Pasal 28A-28J. Salah satu hak yang seharusnya dinikmati oleh setiap warga negara ialah hak atas kebebasan berpendapat yang diatur dalam Pasal 28E ayat 3 yang mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” Namun dewasa ini, pada kenyataannya banyak kendala dalam pelaksanaan hak tersebut. Justru hal ini menjadi ironi karena dalam 76 tahun kemerdekaan Indonesia, nyatanya kita belum merdeka sepenuhnya bahkan dalam hal kemerdekaan mengemukakan kebebasan oleh pemerintahJika membicarakan kendala dalam kemerdekaan berpendapat, maka sudah bukan barang baru jika pemerintah memiliki peran yang cukup besar dalam kendal tersebut. Salah satu sumbang sih pemerintah dalam pemberangusan kebebasan berpendapat ialah pemerintah yang tidak segera melakukan perubahan terhadap UU ITE yang memiliki sejumlah pasal karet dan menyebabkan over kriminalisasi. Mengutip laporan yang dihimpun oleh Institute for Criminal Justice Reform ICJR, sejak 2016 sampai dengan Februari 2020, kasus-kasus dengan Pasal 27, 28 dan 29 UU ITE, memiliki conviction rate mencapai 96,8% 744 perkara dengan tingkat pemenjaraan yang sangat tinggi mencapai 88% 676 perkara. Dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE misalnya. Pasal tersebut tidak memiliki batas yang jelas sehingga menimbulkan pasal tersebut menjadi multi tafsir. Jika merujuk pasal tersebut, maka akan sulit untuk membedakan kritik dan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Dengan kondisi adanya pembiaran secara berlarut-larut terhadap pasal-pasal karet yang mengancam kemerdekaan masyarakat dalam menyampaikan pendapat, maka pemerintah gagal untuk menjalankan obligation to full fill kewajiban untuk memenuhi, to protect melindungi, dan to respect menghormati terhadap hak kemerdekaan berpendapat warga kemerdekaan berpendapat juga terjadi di tataran pembentukan peraturan perundang-undangan. Adanya indikasi kesengajaan mengurangi keterlibatan masyarakat dalam pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan wujud konkret dari sebuah pemberangusan. Sebagai contoh dalam pembentukan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan UU KPK. Meskipun dalam putusan mahkamah konstitusi No. 79/PUU-XVII/2019 secara formil perubahan UU KPK dinyatakan memenuhi asas formil pembentukan peraturan perundang-undangan, namun hal tersebut tidak menegasikan fakta-fakta bahwa terdapat kejanggalan terhadap pembentukannya khususnya dalam hal partisipasi publik. Kejanggalan ini bahkan diakui oleh Hakim MK Wahiduddin Adams, bahwa dalam pembentukan UU yang secepat kilat yang terlihat dari pembentukan daftar inventaris masalah yang disiapkan oleh presiden kurang dari 24 jam menyebabkan tertutupnya akses masyarakat untuk mengutarakan pendapatnya dan berpartisipasi lebih lanjut dalam pembentukan UU tersebut. Tentunya hal ini bukan masalah yang sepele. Artinya kebebasan berpendapat tidak selalu berkutat pada kebolehan menyatakan pendapat, tetapi juga berkaitan dengan akses mengutarakan kemerdekaan berpendapat tidak hanya berasal dari pemerintah. Ironisnya justru masyarakat sendiri yang saling memberangus kebebasan satu sama lain. Pemilu 2019 meninggalkan warisan yang buruk terhadap kebebasan berpendapat. Nuansa kompetisi pemilu 2019 nampaknya tidak bisa serta merta hilang pasca pemilu usai. Muncul kubu pro dan kontra pemerintahan. Terdapat pihak-pihak tertentu dari kedua kubu yang terus menggaungkan narasi-narasi yang saling bersebrangan satu sama lain yang pada akhirnya menyebabkan perdebatan yang kontra produktif bahkan saling menyudutkan satu sama lain baik di media sosial maupun media formal. Pihak-pihak tersebut yang dewasa ini sering disebut sebagai buzzer hal yang sah-sah saja untuk menyampaikan pendapat pribadi baik itu di media sosial maupun di forum lainnya. Akan tetapi, yang menjadi persoalan dalam kaitannya dengan buzzer politik khususnya di media sosial ialah munculnya eigen rechting tindakan main hakim sendiri. Buzzer politik dengan pengaruhnya dapat mempengaruhi pengikutnya untuk saling menghakimi kelompok-kelompok tertentu demi kepentingan politik idola atau orang yang mempekerjakan mereka. Sebagai contoh kasus diskusi Constitutional Law Community FH UGM yang bertajuk “Meluruskan Persoalan pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan” yang distigmatisasi oleh beberapa oknum sebagai tindakan makar dan pembangkangan terhadap pemerintah. Bahkan dalam kasus ini juga berujung doxing dan ancaman yang dialami panitia dan calon narasumber kegiatan tersebut. Bahkan belum lama ini BEM UI merasakan pemberangusan oleh kampusnya memang di kemerdekaan bangsa kita yang ke-76 ini, justru kemerdekaan kita dibrangus oleh sesama dari kita sendiri. Perjuangan untuk menggapai kemerdekaan khususnya dalam hal kebebasan berpendapat masih sangat panjang. Masyarakat tidak boleh hanya menunggu pemerintah untuk mewujudkan kemerdekaan tersebut. Tetapi masyarakat harus proaktif dalam memperjuangkan kemerdekaannya. Penyaluran pendapat melalui diskusi-diskusi akademik, eksaminasi publik, hingga demonstrasi perlu untuk ditingkatkan. Hal ini semata-mata guna memberikan pengawalan terhadap pemerintah dan menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebebasan berpendapat. Karena jika kebebasan berpendapat terjamin, maka ide-ide dan kritik yang dapat membangun bangsa ini akan bergaung dengan lantang dan membuahkan solusi terhadap persoalan-persoalan yang dialami negeri ini. Sehingga terwujudnya negara indonesia yang merdeka seutuhnya sudah bukan menjadi angan-angan kosong Addres AkmaluddinStaff Peneliti Pusat Studi Hukum UII

wujud kebebasan berpendapat bagi seluruh rakyat indonesia tercermin dalam